Loading

2 Mar 2012

Asuhan Keperawatan Menarik Diri


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
MENARIK DIRI

BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
  Manusia adalah makluk sosial yang mempunyai potensi untuk terlibat dalam hubugan sosial pada berbagai tingkat hubungan, baik hubungan intim sampai dengan hubungan saling ketergantungan dalam menghadapi dan mengatasi berbagai kebutuhan setiap hari.Individu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Oleh karena itu individu perlu membina hubungan interpersonal yang memuaskan.

  Kepuasan hubungan dapat dicapai jika individu sebagai makluk sosial terlibat aktif dalam proses berhubugan. Peran serta yang tinggi dalam berhubungan serta respon lingkungan yang positif akan meningkatkan rasa memiliki, kerja sama, hubungan timbale balik yang sinkron. Peran serta dalam proses hubungan dapat berfluktuasi sepanjang rentang tergantung dan mandiri, artinya suaru saat individu tergantung pada orang lain dan suatu saat orang lain tergantung pada individu.

Perilaku yang teramati pada respon sosial maladaptif mewakili upaya individu untuk mengatasi kecemasan berhubungan dengan rasa kesepian, rasa takut, kemarahan, malu dan rasa bersalah. Salah satu respon sosial yang terjadi adalah menarik diri. Masalah utama menarik diri dalam kasus keperawatan jiwa mempunyai tingkatan rentang yang berbeda, dengan perilaku yang ditunjukkan klien yang berbeda pula. Berdasarkan rentang perilaku ini maka memerlukan tindakan keperawatan yang memiliki rentang bantuan berbeda sesuai dengan kemampuan dan kondisi klien.
Tuntutan dari peran perawat psikiatri adalah membantu memberikan asuhan keperawatan yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang adaptif dari klien, dimana perawat dapat menggunakan asuhan keperawatan langsung, komunikasi dan penatalaksanaan. Upaya deteksi dini perilaku yang maladaptif dari perawat akan lebih mudah dalam memberikan asuhan keperawatan dan mengembalikan ke perilak adaptiv.

B.TUJUAN
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1.Tujuan Umum :
Untuk memberikan gambarann secara nyata dan lebih mendalam tentang pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama menarik diri
2.Tujuan Khusus:

  • a.Untuk mengaplikasi teori dan konsep asuhan keperawatan khususnya klien dengan maslah menarik diri.
  • b.Untuk mengetahui hambatan dan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada kien dengan masalah menarik diri.
  • c.Memperoleh gambaran secara jelas mengenai pelaksanaan asuhan keperawatan dengan klien menarik diri.
  • d.Mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, kreativitas penulis berdasarkan teori dan praktik klinik keperawatan


C.PROSES PENULISAN MAKALAH
Penulisan makalah yaitu dengan menggambarkan masalah yang terjadi dan didapat pada saat melaksanakan asuhan keperawatan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :


  1. Wawancara Yaitu melakukan tanya jawab langsung ke klien, keluarga, perawat dan dokter serta tim kesehatan lainnya.
  2. Observasi partisipasi aktif Yaitu mengadakan pengawasan langsung terhadap klien serta melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
  3. studi kepustakaan Mempelajari literatur yang berhubungan dengan ekspresi menarik diri
  4. studi dokumentasi Pengumpulan data dengan mempelajari catatan medik dan hasil pemeriksaan yang ada.



BAB II
PEMBAHASAN

Menarik diri adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri). Keadaan ini mungkin timbul sebagai reaksi pada masa kritis yang berlangsung sementara dan dimanifestasikan dengan tingkah laku yang bermacam-macam yang menunjukkan adanya usaha pembatasan dengan dunia luar.
Perilaku yang teramati pada respon sosial maladaptive mewakili upaya individu untuk mengatasi ansietas yang berhubungan dengan kesepian, kemarahan, malu, rasa bersalah dan merasa tidak aman.

A.PENGKAJIAN
Pengumpulan data pasien diperoleh dari observasi, wawancara pada klien, keluarga, perawat, dokter dan tim medis lainnya. Menarik diri pada kasus klien T muncul pada kemungkinan diakibatkan kurangnya komumikasi antara klien dan keluarga dan juga karena faktor harga diri rendah klien sendiri. Sebelumnya di rumah terjadi kemarahan dan mengamuk dari klien, selanjutnya klien mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan yaitu sudah tidak marah-marah lagi tetapi mekanisme koping yang keluar dengan diam saja. Proses pengkajian untuk mendapatkan data dimulai tanggal 3 Mei 2005 sampai data benar-benar mewakili permasalahan yang ada. Melalui tahapan perkenalan dengan perawat, akhirnya klien mau membicarakan penyebab menarik diri.
Dalam pengumpulan data, perawat mengalami kesulitan ketika harus mengeksplorasi perasaan klien karena klien sangat mudah lupa dan enggan untuk berbicara, sulit berkonsentrasi sehingga klien sulit menjelaskan kembali pembicaraannya. Tetapi dengan pendekatan yang terus menerus dan secara bertahap sehingga dapat diperoleh data yang diperlukan kemudian data tersebut divalidasikan melalui perawat, dokter dan keluarga ketika mengadakan kunjungan rumah. Saat kunjungan kerumah keluarga sangat membantu dalam pengumpulan data dengan mau menceritakan kronologis terjadinya klien sampai menarik diri.
Dari hasil pengkajian didapatkan masalah utama dengan menarik diri yang ditandai dengan respon individu: duduk sendirian, berdiam diri, diajak bicara diam saja, kadang juga menjawab tapi seperlunya, bicara pelan hanya sepatah kata, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Interaksi selama wawancara dengan perawat : kontak mata minimal, komunikasi kurang, kurang kooperatif dengan proses penerimaan di rumah sakit. Menarik diri merupakan suatu rentang respon yang memerlukan suatu tindakan keperawatan dengan perawatan total, perawatan partial dan perawatan minimal, dimana semua tindakan tersebut bertujuan untuk mengembalikan kondisi klien yang dapat berhubungan dengan orang lain. 
Pada Klien jika disimpulkan bahwa faktor presipitasi munculnya menarik diri tidak diketahui dengan jelas, tetapi penulis menyimpulkan penyebab menarik diri dikarenakan klien mempunyai harga diri rendah yang ditandai adanya kekecewaan karena gagal menikah dan gagal bekerja, serta merasa tidak diterima oleh lingkungannya. Akibat yang di timbulkan dari menarik diri pada Bapak T dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang ditandai dengan memukul keluarga, marah mengurung diri di kamar dan keluarga merasa sungkan karena tetangga merasa ketakutan dengan klien. Akibat lain yang ditimbulkan dari menarik diri klien adalah resiko persepsi sensori : halusinasi dengar dimana klien mengatakan dahulu sering mendengar suara-suara tetapi tidak mampu mengenalinya serta menurut keluarganya klien mengatakan seperti dikejar-kejar seseorang yang tidak kelihatan dan telah melihat setan.

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data yang terkkumpul diperoleh pohon masalah dengan masalah utama menarik diri, penentuan core problem ini didasarkan pada riwayat penyakit sekarang setelah dikaji oleh penulis yaitu klien suka duduk-duduk sendiri, banyak diam, tidak mau bergabung dengan klien yang lain, lebih banyak meluangkan waktunya sendiri sambil merokok atau melihat TV sendiri. diam saja. Kedua adalah ketika berada di ruangan klien masih menunjukkan tanda-tanda menarik diri seperti : diam, kontak mata kurang, sering melamun, menggerakkan bibir tanpa suara. Menarik diri pada Tn. T bisa mengakibatkan resiko terjadinya mencederai diri, orang lain dan lingkungan karena klien saat dirumah marah-marah dan merusak barang yang ada serta resiko persepsi sensori: halusinasi dengar dimana klien mengatakan dahulu sering mendengar suara-suara tetapi tidak mampu mengenalinya serta menurut keluarganya klien mengatakan seperti dikejar-kejar seseorang yang tidak kelihatan dan telah melihat setan 
Masalah utama isolasi sosial : menarik diri ini disebabkan karena klien mengalami berduka disfungsional dan harga diri rendah akibat gagal menikah (bercerai dua kali dan gagal dalam pekerjaan), ketidakberdayaan (akibat dari adanya perasaan klien dan keluarga bahwa masyarakat sekitar atau lingkungan tidak mau menerima keberadaan klien.. Selain itu Karena tidak efektifnya penatalaksanaan regimen terapeutik akibat tidak efektifnya koping keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit juga menjadikan salah satu penyebab kekambuhan dari klien.
Pada kasus ini, pohon masalah dengan core problem : menarik diri diperoleh diagnosa keperawatan sebagai berikut:

  1. Resiko persepsi sensori : halusinasi…..berhubungan dengan menarik diri
  2. Resiko mencederai diri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan menarik diri
  3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
  4. Tidak efektifnya penatalaksanaan regiment terapeutik berhubungan dengan tidak efektifnya koping keluarga : ketidak mampuan keluarga merawat anngota keluarga yang sakit    

  Tetapi dalam pelaksanaanya perawat mengangkat ke 4 diagnosa untuk dilakukan implementasi meliputi: a).resiko persepsi sensori : halusinasi…..berhubungan dengan menarik diri, b).resiko mencederai diri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan menarik diri,  c).isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah dan d)tidak efektifnya penatalaksanaan regiment terapeutik berhubungan dengan tidak efektifnya koping keluarga: ketidak mampuan keluarga merawat anngota keluarga yang sakit
Diagnosa ini diprioritaskan untuk dilakukukan tindakan karena merupakan masalah dasar dari klien dan keluarga sehingga perlu penanganan terlebih dahulu. Dan dalam rencana perawatan ketiga diagnosa ini dimunculkan dengan pertimbangan jika dari core problem sudah dapat diatasi maka diharapkan untuk masalah yang lainnya juga akan teratasi.
  Pada Tn. T berdasarkan dari pengumpulan data dapat ditentukan 4 diagnosa keperawatan karena dalam hal ini klien sangat terganggu kebutuhan yang lainnya bahkan untuk kebutuhan sendiri saja klien belum maksimal memenuhi kebutuhannya sendiri. Perawat menegakkan diagnosa ini berdasar dari observasi secara langsung, wawancara dengan perawat dan dokter serta keluarga klien.

C.INTERVENSI TINDAKAN KEPERAWATAN
Intervensi tindakan keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk menangani masalah utama yaitu isolasi sosia : menarik diri, namun tidak mengesampingkan masalah yang lain yang menjadi akar penyebab dari masalah utama tersebut yaitu adanya isolasi sosial : menarik diri  yang diakibatkan adanya gangguan konsep diri : harga diri rendah. Intervensi tindakan keperawatan pada masalah utama ditujukan agar klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara optimal. Intervensi tindakan keperawatan ini dalam diagnosa perubahan persepsi sensori: halusinasi dan resiko mencederai diri, keluarga dan lingkungan berhubungan dengan menarik diri, dibagi dalam 6 tujuan khusus (TUK), dimana setiap tujuan khusus ini dilaksanakan melalui interaksi dengan klien dengan dasar strategi pelaksanaan tindakan keperawatan. Sedangkan dalam masalah keperawatan isolasi sosial : menarik diri sebagai akibat adanya gangguan konsep diri: harga diri rendah, intervensinya dibagi dalam 6 TUK. Pelaksanaan tiap TUK dalam masalah keperawatan yang ada dilaksanakan secara bergantian sesuai dengan kondisi pasien yang kita kelola.
Untuk diagnosa ke tiga: tidak efektifnya penatalaksanaan regiment terapeutik berhubungan dengan tidak efektifnya koping keluarga : ketidak mampuan keluarga merawat angota keluarga yang sakit  terbagi dalam 5 TUK, dengan harapan nantinya keluarga dapat merawat klien yang mengalami gangguan jiwa sehingga penatalaksanaan regiment teraupeutik menjadi efektif. Untuk pelaksanaan TUK 1 s/d 6 dilaksanakan ketika anggota keluarga melakukan kunjungan ke rumah sakit (menengok klien) dan perawat sendiri akan melakukan home visit ke tempat keluarga klien.

D.IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Implementasi yang diberikan pada klien adalah untuk mengatasi core problem dengan pertimbangan jika masalah utama teratasi maka untuk masalah yang lain juga akan teratasi dengan memberikan asuhan keperawatan yang maksimal karena dasar utama intervensi klien sudah mampu melaksanakan.
Pada pelaksanaan TUK yang pertama dalam masalah isolasi sosial: menarik diri bertujuan klien mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat dalam kasus ini memerlukan waktu banyak pertemuan, bahkan setiap interaksi di mulai TUK1 ini selalu digunakan tujannya agar terus terbina hubungan saling percaya antara klien dan perawat.. Dalam pertemuan yang pertama klien belum mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat, tetapi perawat tidak memaksa klien langsung mau dengan perawat. Dengan pendekatan dan kesabaran perawat mencoba untuk mendekati klien. Untuk pertemuan - pertemuan selanjutnya ditambahkan metode dengan cara : perawat menyapa klien dan menanyakan perasaan hari ini, tetapi klien masih enggan untuk membalas sapaan perawat hanya tersenyum saja, kemudian perawat mengulang untuk berkenalan. 
Kontrak waktu yang ketiga klien masih sudah mampu menyapa perawat dengan mau duduk berhadapan, pada hari ketiga ini untuk membina hubungan saling percaya klien menyapa perawat dengan memanggil nama sesuai dengan ketentuan klien agar mudah mengingat. Saat di eksplorasi perasaan klien hanya sedikit menceritakan tentang  kondisinya. Kemudian dengan ketelatenan dari perawat akhirnya dapat dibina hubungan saling percaya dan hal ini merupakan dasar untuk kelancaran interaksi selanjutnya. Perawat dalam melakukan pendekatan dengan klien secara terus menerus tetapi tidak dalam waktu yang lama karena klien sering merasa tidak nyaman atau tidak mau jika diajak bicara terlalu lama. Perawat dalam mendekati klien dengan berbagai modifikasi yaitu dengan melibatkan klien dalam kegiatan direhabilitasi, jalan-jalan, terapi bermain dan olah raga.
Pada pelaksanaan TUK 2 dan 3 dapat terlampaui juga walaupun masih ditemukan kendala, dikarenakan hambatan berbicara/sulit mengungkapkan apa yang dipikirkan, tetapi perawat merasa klien sudah mulai mempercayai perawat. Untuk bisa mencapai hal tersebut perawat memodifikasi tindakan atau contoh yang nyata seperti ketika klien harus bisa menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain maka perawat mengajak klien bergabung dengan teman-teman yang lain dan ketika klien harus menyebutkan apa yang ditanyakan oleh perawat. Dengan tindakan nyata diharapkan klien bisa membedakan secara nyata pula antara berhubungan dengan orang lain dan tanpa orang lain.
Pada TUK 4 diharapkan klien mampu berkenalan dengan orang lain, awalnya klien hanya mau dengan perawat saja kemudian diulang kembali dengan diberi contoh terlebih dahulu oleh perawat tetapi hasilnya belum maksimal. Tindakan dimodifikasi dalam bentukTAKS : permainan goyang balon, ular bernomer dan pesan berbisik serta kegiatan olahraga senam. Hampir semua kegiatan ini klien mampu mampu mengikuti dan bekerja sama dengan klien lain. Sedangkan untuk TUK 5 bisa terlampaui oleh klien karena klien merasa nyaman dengan lingkungan dan percaya dengan perawat sehingga klien mampu mengeksplorasi perasaannya.
Pada evaluasi didapatkan bahwa masalah utama klien menarik diri pada DX 1 telah teratasi melalui keseluruhan TUK yang telah dilakukan. Persiapan kebutuhan pasien pulang juga telah disiapkan diharapkan klien akan pulang dalam kondisi baik dan kooperatif, sedang keluarga dan lingkungan siap menerima kepulangan klien.
Pada diagnosa ke dua dengan masalah harga diri rendah, pelaksanaan TUK 1 bersamaan dengan TUK 1 dalam diagnosa pertama yaitu isolasi sosial menarik diri. Hal ini dikarenakan pada pelaksanaan TUK bertujuan klien mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat dalam kasus ini memerlukan waktu banyak pertemuan, bahkan setiap interaksi di mulai TUK 1 ini selalu digunakan tujannya agar terus terbina hubungan saling percaya antara klien dan perawat..
Untuk TUK ke 2 dan 3 dengan cara untuk mendiskusikan aspek positif dan kemampua yang dimiliki oleh klien serta menanyakan kegiatan yang paling disenangi oleh klien. Tujuannya adalah dengan mendiskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas egonya, serta keterbukaan klien dalam mengemukakan kemampuan yang dimiliki merupakan prasarat bahwa klien mau berubah. Hal tersebut diperlakukan sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan selanjutnya, dan yang terutama adalah untuk meningkatkan harga diri klien sendiri. Reinforcement positif salah satu bentuk peningkatan harga diri klien sering disampaikan oleh perawat dalam setiap pelaksanaan diagnosa ke dua ini.
Sedangkan untuk TUK ke 4 dilaksanakan dengan cara memberi contoh kegiatan yang bisa klien kerjakan setiap harinya seperti : menyapu, mengepel atau mencuci piring. Hal yang lain dengan cara mengajak klien membuat jadwal kegiatan harian rutin yang bisa klien kerjakan dari jam 05.00 wib atau waktu mulai bangun tidur pagi hari sampai dengan sore hari. klien .Untuk meyakinkan dan mengingat kemampuan klien dalam pelaksanaan TUK 4 dan 5 ini, perawat selalu berusaha melibatkan klien dalam kegiatan harian ruangan, sedangkan untuk TUK ke 6 dilakukan pada saat keluarga melakukan kunjungan klien di rumah sakit dan perawat juga melakukan home visit ke tempat keluarga Bapak T di Semarang.
Diagnosa tidak efektifnya penatalaksanaan regiment terapeutik berhubungan dengan tidak efektifnya koping keluarga: ketidak mampuan keluarga merawat angota keluarga yang sakit terbagi dalam 5 TUK. Pelaksanaan TUK 2 – 5 6 dilakukan ketika perawat melakukan kunjugan rumah pada keluarga Bapak. G (orang tua BP.T) dan dischard planning klien saat akan pulang. Pelaksanaannya dilakukan cara silaturahmi dan melakukan penkes di rumah klien.TUK 1 dapat dilakukan dengan mudah dimana keluarga menerima  dengan hangat dan baik kedatangan perawat sebagai utusan dari RSJ Amino Gondoutomo, bahkan keluarga mengucapkan terima kasih atas informasi yang diberikan untuk meningkatkan pengetahuan klien dan untuk merencanakan tugas keluarga dalam merawat klien secara mandiri dirumah. Keluarga juga berjanji berusaha membawa klien untuk  kontrol dan mengikuti jadwal minum obat klien.
Melalui penkes yang disampaikan, bertujuan nantinya keluarga dapat membuat klien berperilaku adaptif sehingga banyak faktor yang harus dipersiapkan baik dari klien sendiri, keluarga dan lingkungan. Untuk Bapak T, keluarga dan lingkungan sangat berpengaruh sekali dalam keberhasilan ini. Tanggungjawab keluarga akan perkembangan psikologi klien sangat membantu untuk tidak berulangnya kekambuhan klien dengan mencurahkan kasih sayang, tidak membiarkan sendiri, diikutsertakan dalam keluarga dan lingkungan, memberikan tanggungjawab agar tidak merasa sendiri dan tetap rutin kontrol dan minum obat, hal mutlak harus dilakukan. peran dan tugas perkembangan keluarga harus dilaksanakan secara optimal sesuai dengan kemampuan keluarga.
Hasil dari asuhan keperawatan yang diberikan pada Bapak. T adalah klien mengalami perbaikan kondisi yang semula klien hanya menyendiri dan dikamar terus, setelah diberi tindakan klien mau bergabung dengan teman yang lain meski kadang dalam berbicara hanya sepatah kata saja, klien juga mau melakukan kegiatan diruangan baik ruang 2 atau direhabilitasi meski hasilnya belum maksimal. Klien sudah dipersiapkan untuk pulang dengan anjuran untuk rutin kontrol dan minum obat secara teratur.  

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

  1. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien menarik diri, kita sebagai perawat semestinya memiliki kesabaran yang tinggi dan sering berinteraksi dengan klien.
  2. Saat perawat berinteraksi dengan klien menarik diri, interaksi tidak cukup hanya dengan berbicara, kita juga harus memperhatikan kebutuhan klien dengan cara mengobservasi secara verbal maupun non verbal sehingga klien menarik diri akan merasa ada orang yang memperhatikan kebutuhan dirinya dan tertarik pada dirinya atas hal-hal yang menjadikan masalah baginya.
  3. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien menarik diri pada diagnosa utama dan diagnosa lain dapat dimodifikasi. Hal ini terjadi agar saling berkesinambungan selain itu menjadi lebih efektif, sebab pada klien menarik diri terungkapkan penyebab menarik dirinya biasanya terkait dengan harga diri rendah.


B.Saran
         Hendaknya perawat psikiatrik meningkatkan kemampuan diri dalam memberikan asuhan keperawatan baik asuhan langsung, komunikasi maupun penatalaksanaan yang bisa dilakukan berkolaborasi dengan dokter. Juga perawat jiwa harus mampu mengidentifikasi, menguraikan dan mengukur hasil asuhan yang mereka berikan pada pasien, keluarga dan komunitas sehingga untuk berulang dapat diminimalkan.

DAFTAR PUSTAKA


  1. Fortinash, C.M. & Holloday, P.A, 1991, Psychiatric Nursing Care Plan, St. Lois : Mosby Year Book.
  2. Kaplan dan Sadock, 1997, Sinopsis Psikiatri, Binarupa Aksara, Jakarta.
  3. Keliat, B, 1998, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta.
  4. Keliat, B, 1996, Seri Keperawatan Jiwa, FKUI, EGC, Jakarta.
  5. Rawlin, R.P. & Heacock, P.E, 1993, Clinical Manual Of Psycjoatric Nursing, St Lois : Mosby Year Book.
  6. Stuart, G.W & Sundeen, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, (ed Indonesia), Jakarta, EGC.
  7. Stuart, G.W & Sundeen, S J, 1995, Principles and Practice of Psychiatric Nursing (Ed 5), St. Louis : Mosby Year Book.
  8. Townsend, M.C, 1995, Buku Saku : Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psychiatri : Pedoman untuk pembuatan rencana perawatan (Ed Indonesia), Jakarta : EGC.


Tidak ada komentar: